Kamis, 15 Desember 2011

bljr n pmbljrn

Model Pembelajaran Pair Cheks
Nama : Yohana Vionita Panjaitan
NIM/Kelas  : 1000065/ Dik-A
Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia



Standar Kompetensi
Berkomunikasi dengan bahasa indonesia serta tingkat madya

Kompetensi Dasar
Menyampaikan laporan atau presentasi lisan dalam konteks bekerja

Indikator
Ø  Menyampaikan fakta (dalam tuturan deskriptif, naratif, ekspositoris) yang berkenaan dengan keadaan atau peristiwa yang dilaporkan
Ø  Menyampaikan keadaan atau peristiwa secara kronologis (dalam tuturan deskriptif/naratif/ekspositoris) sesuai dengan tuntutan keadaan atau peristiwa yang dilaporkan secara lisan
Ø  Menyampaikan rangkuman (kategoris) atau simpulan (analisis/sintesis) dengan benar.



Metode Pembelajaran yang digunakan yakni;
*      Pair Cheks
Spencer Kagen 1993
§  Apa yang dilakukan?
§  Bekerja berpasangan
(bentuk tim dalam pasangan-pasangan 2 siswa, dalam pasangan itu mengerjakan soal yang pas sebab semua itu akan membantu melatih)
§  Pelatih mengecek
(apabila partner benar pelatih memberi kupon)
§  Bertukar peran
(seluruh partner bertukar peran dan mengurangi langkah 1-3)
§  Pasangan mengecek
(seluruh pasangan tim kembali bersama dan membandingkan jawaban)
§  Penegasan guru
(guru mengarahkan jawaban/ide sesuai konsep)

            Ketika saya memasuki kelas dan hendak mau belajar, dalam pertemuan ini saya akan memperbaharui metode pengajaran saya terhadap siswa. Saya akan menggunakan metode pembelajaran “Pair Cheks (Spenser Kagen, 1993)”.
            Pertama sekali, saya akan menjelaskan dulu materi yang akan saya ajarkan yaitu tentang menyampaikan laporan atau presentasi lisan dalam konteks bekerja.
Materinya yakni;
Laporan merupakan suatu cara komunikasi yang berisi informasi sebagai hasil dari sebuah tanggung jawab yang dibebankan kepada pembuatnya.
Dengan kata lain, sebuah dokumentasi yang berisi fakta-fakta dari hasil penyelidikan suatu masalah sebagai bahan acuan pemikiran, penilaian serta tindakan.
Laporan berguna untuk:
(1) alat pertanggungjawaban secara tertulis
(2) pendokumentasian data
(3) bahan pertimbangan
(4) acuan pengambilan keputusan
(5) alat merumuskan suatu penilaian
(6) bahan evaluasi
(7) melatih berpikir sistematis
Kriteria penyampaian laporan yakni;
(1) Isi laporan mencakup kelengkapan fakta, data yang akurat, faktual dan objektif.
(2) Penyajian mencakup penggunaan bahasa yang baik, jelas dan tepat sistematik
      serta menarik.
(3) Penyajian lisan harus disampaikan dengan vokal yang jelas,pengucapan, lafal,
      intonasi yang tepat dan gaya ekspresif yang sesuai.

Dari segi bentuk tertulis, laporan terbagi menjadi sebagai berikut:
  • Laporan berbentuk formulir, merupakan laporan yang tinggal mengisi pada blangko yang disediakan
  • Laporan berbentuk memorandum, yaitu laporan yang diuraikan secara singkat.
Laporan ini dibuat dalam rangka proses hubungan kerja antara atasan dan bawahan atau antar-unsur-unsur dalam suatu instansi.
  • Laporan berbentuk surat, merupakan laporan yang diuraikan lebih panjang dari memorandum sebagaimana uraian dalam bentuk surat biasa. Jenis laporan ini dapat dipergunakan untuk bermacam-macam topik.
  • Laporan berbentuk naskah, merupakan laporan yang panjang, biasanya disusun seperti makalah.
Materi laporan dibagi menjadi beberapa topik dan subtopik.
  • Laporan berbentuk buku, yaitu laporan yang disusun dalam bentuk buku.

Dari segi struktur penulisan, laporan terbagi sebagai berikut:
1. Laporan formal, yaitu laporan yang struktur penulisannya lengkap terdiri atas:
  • Halaman judul
  • Halaman pengesahan
  • Kata pengantar
  • Daftar isi
  • Daftar tabel (jika ada)
  • Daftar grafik (jika ada)
  • Pendahuluan
(berisi latar belakang, tujuan, ruang lingkup masalah/ objek, pembatasan masalah/ objek dan sebagainya)
  • Bagian isi
(berisi uraian pembahasan tentang masalah atau objek yang dilaporkan serta hasil yang dicapai)
  • Simpulan dan saran
(berisi hal-hal pokok atau intisari dari pembahasan laporan serta penyampaian keinginan pelapor terhadap hal-hal yang berkaitan dengan laporan yang belum
atau seharusnya ada)

Contoh laporan formal ialah laporan tentang keadaan dan perkembangan proyek yang sedang dilaksanakan, laporan penelitian ilmiah, dan laporan percobaan.

2. Laporan informal, merupakan laporan yang tidak memenuhi persyaratan sistematika di atas. Sistematika atau struktur penulisannya lebih sederhana atau memiliki model sistematika sendiri dan tidak bersifat standar.  Yang termasuk laporan informal, ialah laporan perjalanan, laporan pengamatan, dan laporan kunjungan.

Pola Penyajian Secara Lisan
  • Pola penyajian laporan bersifat narasi lebih menekankan uraian secara kronologis yang berdasarkan rangkaian waktu. Isi laporan bersifat penceritaan atau pemaparan peristiwa tentang objek yang dilaporkan.
    Yang termasuk laporan ini ialah, laporan perjalanan, laporan peliputan peristiwa, dan laporan berita (reportase). Laporan ini dituntut harus faktual (berdasarkan yang ada), aktual berkaitan realita dengan kejadian yang baru terjadi, akurat berdasarkan bukti-bukti yang dapat dipertanggungjawabkan dan objektif (apa adanya).
  • Pola penyajian laporan bersifat deskripsi, lebih terfokus pada penggambaran mengenai lokasi, tempat, dan bentuk fisik serta ciri-ciri objek yang dilaporkan.
    Yang termasuk laporan deskripsi ialah laporan pengamatan, laporan kunjungan, laporan observasi, dan sebagainya.
  • Pola penyajian laporan bersifat ekspositoris, berupa uraian yang berisi langkah-langkah kerja, proses kejadian, atau pemaparan mengenai tahapan-tahapan perkembangan objek yang dilaporkan.
    Yang termasuk laporan bersifat ekspositoris ialah laporan penelitian, laporan percobaan, laporan pertanggungjawaban uraian pekerjaan yang menggunakan tahapan dan sebagainya.

Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam menyampaikan laporan secara Lisan;
  • Memberi tahu jenis laporan yang akan disampaikan.
  • Menyampaikan pengantar sekilas tentang latarbelakang pembuatan laporan
  • Menyampaikan proses memperoleh bahan laporan
  • Memberikan gambaran secara umum tentang sistematika laporan
  • Menyampaikan isi laporan dengan bahasa yang baik, formal dan efektif
  • Memberikan penekanan pada uraian mengenai fakta jika berbentuk laporan naratif dan deskriptif
  • Memberikan penekanan pada alur proses atau tahapan jika laporan berbentuk ekspositoris

Menyampaikan Rangkuman dan Simpulan Laporan
v  Penyajian dalam bentuk rangkuman berupa uraian hal-hal pokok saja atau bentuk garis besarnya saja namun tetap tersusun secara sistematis.
v  Simpulan merupakan uraian singkat yang diwarnai oleh pandangan dan penilaian dari si pembuat laporan. Simpulan dapat dibuat berdasarkan suatu analisis dari materi laporan, perpaduan (sintesis) dari beberapa aspek yang dilaporkan, dan dapat juga berbentuk kategori (pengelompokan) unsur-unsur yang dilaporkan yang memiliki ciri yang sama.


Setelah saya menjelaskan materinya, kemudian saya membagi menjadi beberapa kelompok, yang tiap-tiap kelompoknya terdiri atas dua orang (berpasang-pasangan). Tiap-tiap pasangan itu saya berikan tantangan untuk menyajikan laporan liputan peristiwa secara narasi. Saya ingin mengetahui seberapa besar daya tangkap mereka terhadap materi yang baru saya ajarkan. Tiap-tiap kelompok akan saya berikan waktu 15 menit untuk berfikir dan menyusun konsep apa yang akan mereka sampaikan. Setelah waktu mencapai garis finish, saya menyuruh seorang perwakilan dari tiap kelompok untuk menyampaikan laporannya. Dan dari tiap kelompok yang menyampaikan informasinya dengan tepat sesuai kriteria yang dijelaskankan, maka mereka berhak mendapat poin dari saya atas kerjanya. Kemudian seluruh partner bertukar peran dan masing-masing mengurangi langkah 1-3. Masing-masing pasangan tim kembali dan membandingkan laporannya tersebut dengan cara-cara yang sudah ditetapkan. Setelah mereka sudah mengetahui benar/salahnya dari pekerjaan mereka, kemudian saya akan mengarahkan jawaban cara-cara yang tepat dalam menyampaikan laporan secara lisan khususnya berbentuk narasi yang sesuai dengan konsepnya.

SKENARIO PEMBELAJARAN

NO.
LANGKAH PEMBELAJARAN
KETERANGAN
1.
Kegiatan Awal:


a.       Guru meminta siswa untuk duduk tertib di tempat duduknya masing-masing.


b.      Guru membuka pelajaran dan berdoa terlebih dahulu.


c.       Guru mengecek kehadiran siswa.


d.      Guru memberitahukan materi pembelajaran untuk hari ini.


2.
Kegiatan Inti:


a.       Guru menyampaikan materi laporan atau presentasi lisan dalam konteks bekerja.
Ceramah

b.      Guru menjelaskan bagaimana meyampaikan laporan lisan itu dengn baik
Ceramah

c.       Guru memberikan satu kartu kepada masing-masing siswa untuk dipelajari (dihapal) ± 5 menit.


d.      Guru meminta para siswa untuk membentuk kelompok kecil yang terdiri dari dua orang.


e.       Guru memberikan tantangan kepada siswa untuk saling aktif dalam menyampaikan laporan lisan
Diskusi

f.       Guru mengevaluasi keberhasilan siswa dengan menilai laporan siswa tersebut dengan kriteria yang sudah ditentukan
Diskusi

3.
Kegiatan Penutup:


a.       Guru mengarahkan jawaban/ide sesuai konsep
Diskusi

b.      Guru menutup pembelajaran hari ini.




kajian drama

ANALISIS PSIKOLOGI SASTRA
Naskah “PERTJA” Karya Benny Yohanes 1
Oleh: Yohana Vionita Panjaitan 2

Abstrak. Sastra dan manusia jelas tidak dapat dipisahkan. Setiap tingkah laku manusia tentu akan menjadi suatu inspirasi bagi pengarang agar bisa membuat sebuah karya sastra. Selain itu, tekanan psikologis yang disebabkan oleh lingkungan sekitar menyebabkan sastrawan menciptakan karya mereka, yang mana di dalam karya mereka itu tertuang segala unek-unek yang selalu mengaung di dalam benak mereka. Psikologi tokoh yang terdapat dikarya sastra pun, tidak terlepas dari psikologi pengarang. Maksudnya, pengarang seringkali bersembunyi di balik tokoh untuk mengurai suasana psikologinya. Hal ini tentu tidak dapat dipisahkan dan sangat menarik untuk dibahas pada setiap karya sastra termasuk drama. Perilaku manusia sangat beragam, tetapi memiliki pola atau keterulangan jika diamati secara cermat. Pola atau keterulangan inilah yang ditangkap sebagai fenomena dan seterusnya diklasifikasikan ke dalam kategori tertentu. Misalnya, perilaku yang berhubungan dengan fenomena kekecewaan yang membuat si tokoh menjadi frustasi.
Kata kunci: analisis, teks sastra,  psikologi, tokoh, fustasi

Pendahuluan
Karya Sastra menurut suatu defenisi tidak mudah sebab defenisi selalu berusaha memberikan pengertian yang tepat dan sedekat mungkin terhadap sesuatu dalam kalimat yang relatif singkat dan padat.Demikian juga dengan defenisi sastra, tetapi bukan berarti sastra itu tidak dapat didefenisikan. Secara etimologi dapat ditinjau bahwa kata sastra yang dalam kehidupan sehari-hari disebut juga kesusastraan berasal dari bahasa sansekerta. Kata dasar kesusastraan ialah sastra yang berarti tulisan, karangan. Sastra mendapat awalan sehingga maknanya menjadi tulisan atau karangan yang indah. Dalam bahasa Indonesia sastra mendapat konfiks ke-an hingga menjadi kesusastraan yang berarti kumpulan tulisan atau karangan yang indah.

 

1  Makalah ini disusun sebagai salah satu persyaratan akademik dalam menempuh perkuliahan dan kelulusan mata kuliah Kajian Drama  yang diampu oleh Rudi Adi Nugroho, M.Pd.

 
2  Penulis adalah mahasiswa Prodi S1 Pendidikan Bahasa Indonesia Program Sarjana UPI Angkatan 2010 dengan NIM. 1000065
Karya sastra dipandang sebagai suatu yang dihasilkan dan dinikmati. Orang-orang tertentu pada masyarakat dapat menghasilkan karya sastra, sedangkan orang lain dalam jumlah yang besar dapat menikmati karya sastra itu dengan cara mendengarkan atau membacanya. karena karya sastra dapat disajikan dalam berbagai cara seperti, langsung diucapkan atau lisan, lewat radio, majalah, buku, dan sebagainya.
Bahasa, baik lisan maupun tulisan, merupakan bahan pokok karya sastra. Dengan perkataan lain, karya sastra mengandung kumpulan dari bentuk bahasa yang digunakan dalam berbagai pola yang sistematis. untuk menyampaikan segala ide atau gagasan. Jadi, karya sastra itu adalah suatu bentuk dan hasil pekerjaan seni kreatif yang objeknya adalah manusia dan kehidupannya menggunakan bahasa sebagai mediumnya.
Dalam proses penciptaan suatu karya sastra, pengarang tidak hanya mengekspresikan apa yang ada pada jiwa mereka ke dalam suatu karya sastra, tetapi diperlukan kemampuan pendidikan yang mapan dan kejelian dalam menganalisis serta memasukkan ilmu lainnya, seperti psikologi, filsafat, antropologi, sosiologi, dan lain-lain. Dengan pendidikan yang mapan dan kejelian menganalisis serta memasukkan pengetahuan lainnya ke dalam suatu hasil karya sastra, karya sastra tersebut terasa bermanfaat di samping mempunyai unsur kenikmatan.
Hubungan sastra dengan psikologi, sosiologi, dan antropologi sangat dekat. Hal ini karena sastra dengan cabang-cabang ilmu pengetahuan tersebut mempunyai objek yang sama yaitu manusia yang mencakup lingkungan dan kehidupannya. Darma (1983 : 52) mengemukakan bahwa, “Sastra sebenarnya pengungkapan masalah hidup, filsafat dan ilmu jiwa. Pengarang adalah ahli ilmu jiwa dan filsafat yang mengungkapkan masalah hidup, kejiwaan, dan filsafat melalui tulisan sastra”. Dari kutipan di atas dapat dilihat bagaimana eratnya hubungan jiwa pengarang dalam melukiskan karya sastra sebagai dorongan dari jiwanya.Dapat ditarik kesimpulan bahwa karya sastra diperkaya atau berisikan nilai-nilai kehidupan serta pengalaman manusia.

Kajian Teori

Pengertian Psikologi
Psikologi berasal dari bahasa latin, yaitu psyche berarti jiwa dan logos artinya ilmu. Dengan demikian psikologi dapat diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia menjadi ilmu jiwa. Sedangkan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia dijelaskan bahwa pengertian ‘psikologi’ adalah ilmu yang berkaitan dengan proses-proses mental baik normal maupun abnormal yang pengaruhnya pada perilaku atau ilmu pengetahuan tentang gejala dan kegiatan-kegiatan jiwa (1995:792).

Jiwa sebagai objek dari psikologi tidak dapat dilihat, diraba, atau disentuh.Jiwa adalah sesuatu yang abstrak, hanya dapat diobservasi melalui hasil yang ditimbulkannya.Hal ini dapat dilihat dari tingkah laku dan aktivitas lainnya sebab tingkah laku mempunyai arti yang lebih nyata dari pada jiwa karena itu lebih mudah untuk dipelajari. Tingkah laku dalam psikologi bukan hanya yang nyata tetapi meliputi eksistensi yaitu perpanjangan tingkah laku nyata. Tanda – tanda akan tampak pada tubuh sebagai akibat terlalu sering tingkah laku atau kebiasaan tersebut dilakukan. Seperti halnya seorang periang dan sering tertawa akan meninggalkan tanda - tanda di wajahnya dan kita dapat langsung menilai orang tersebut. Efek - efek permanen memungkinkan seorang psikolog mampu mempelajari jiwa manusia melalui tingkah lakunya..Suatu prinsip yang bagaimanapun adalah mutlak dalam psikologi yaitu bahwa tingkah laku merupakan ekspresi dari jiwa. Karena itu ekspresi mempunyai peranan yang penting dalam psikologi sekalipun patut diketahui bahwa tidak semua yang terdapat dalam jiwa diekspresikan dalam tingkah laku.
Aminuddin ( 1990 : 49 ) menyatakan bahwa ilmu pengetahuan tentang tingkah laku dan perbuatan individu semua berbentuk dorongan da ( impulsum : dorongan, tolakan, rangsangan, rasa ). Dalam diri manusia yang menyebabkan timbulnya macam – macam aktifitas fisik dan psikis dijelaskan oleh psikologis.
Secara umum psikologi mempengaruhi hampir seluruh aspek kehidupan.Dengan semakin kompleksnya masyarakat. Maka psikologi memegang peranan yang penting dalam memecahkan masalah manusia. Para ahli psikologi menaruh perhatian terhadap segala masalah yang beraneka ragam.Namun yang jelas disiplin ilmu psikologi mempelajari tindak tanduk atau tingkah laku manusia di mana pun berada.Tingkah laku tersebut merupakan hasil perpadanan yang dipadatkan oleh tiap – tiap individu dengan lingkungan dan keinginannya. Artinya tingkah laku itu lahir berdasarkan pertimbangan-pertimbangan yang dialami dalam kehidupan, kemudian dicetuskan dalam sikap – sikap yang sesuai dengan norma atau adat istiadat di mana individu tersebut dilahirkan.
Psikologi pada pokoknya menyibukkan diri dalam masalah aktifitas phisikis seperti membenci, mencintai, menanggapi, berbicara,dan penampilan diri, emosi – emosi yang terdapat dalam bentuk tangis dan senyum. Misalnya jika seorang mencintai orang lain tentu saja rasa itu diungkapkan dalam bentuk kasih sayang dan penuh perhatian terhadap orang dicintai. Tetapi seseorang membenci orang lain hal tersebut juga dapat kelihatan dari tingkah lakunya apakah rasa bencinya itu disebabkan karena rasa iri, kurang senang, dan sebagai berikut.
Jadi psikologis menyelidiki kepribadian individu dalam bentuk tingkah laku dan penyesuaian dirinya dengan lingkungan, dan sekaligus hubungan timbal balik dengan sesamanya, dengan perincian :
  1. Ilmu pengetahuan yaitu suatu kumpulan pengetahuan yang tersusun secara sistematis dan metode – metode tertentu yang bersifat ilmu.Sedangkan psikologis disamping ilmu yang merupakan seni karena dalam penerapannya di kehidupan manusia diperlukan keterampilan dan kreatifitas tersendiri.
  2. Tingkah laku dan kegiatan mempunyai arti konkrit yang dapat diamati dengan panca indra, sehingga tingkah laku mudah dikenal dan mudah dipelajari.
  3. Lingkungan yaitu tempat manusia hidup, berinteraksi, menyesuaikan diri, dan mengembangkan dirinya. Indvidu menerima pengaruh dari lingkungan, memberi tanggapan, mencontoh dan belajar berbagai hal dari lingkungan.
Pendapat Aminuddin di atas menunjukkan bahwa mempelajari jiwa manusia harus dilihat dari tingkah - laku dan perbuatan individu yang berdasarkan tingkah lakunya sehari-hari.
Pendekatan Psikologi
Pendekatan psikologis adalah pendekatan yang bertolak dari asumsi bahwa karya sastra selalu saja membahas peristiwa perilaku yang beragam. Bila kita ingin melihat dan mengenal tokoh Rosa dalam drama Pertja karya Benjo lebih dalam diperlukan psikologi. Penjelasan ke dalam batin atau kejiwaan untuk mengetahui lebih lanjut tentang seluk-beluk manusia yang unik merupakan sesuatu yang merangsang dan sangat menarik. Banyak penulis dan peneliti sastra yang mendalami masalah psikologi untuk dapat memahami karya sastra dengan bantuan psikologi.
Para tokoh psikologi memberikan inspirasi untuk pemecahan misteri tingkah laku manusia melalui teori-teori psikologi. Di antaranya adalah teori psikoanalisis yang dikembangkan oleh Freud, Freudlah yang secara langsung berbicara tentang proses penciptaan seni sebagai akibat tekanan dan timbunan masalah di alam bawah sadar yang kemudian disublimasikan ke dalam bentuk penciptaan karya seni.
Teori-teori mengenai psikologi sastra terus berkembang seiring dengan berjalanya waktu Reokhan dalam Aminuddin (1990 : 89) mengatakan bahwa, Psikologi sastra sebagai salah satu disiplin ilmu ditopang oleh tiga pendekatan studi, yaitu (1) pendekatan ekspresif, yang mengkaji asepek psikologis penulis dalam proses kreatif yang terproyeksi lewat karya ciptaanya, (2) pendekatan tekstual, yang mengkaji aspek psikologis sang tokoh dalam karya sastra dan (3) pendekatan reseptif pragmatis yang mengkaji aspek psikologis pembaca yang terbentuk setelah melakukan dialog dengan karya sastra yang dinikmatiknya serta proses rekreatif yang ditempuh dalam menghayati teks sastra tersebut.
Secara definitif, tujuan psikologis sastra adalah memahami  aspek-aspek kejiwaan yang terkandung dalam suatu karya. Dalam bukunya Wellek dan Warren (1962:90) menyebutkan bahwa psikologis sastra mempunyai empat kemungkinan pengertian; (1)Studi psikologis pengarang sebagai tipe atau sebagai pribadi, (2)Studi proses kreatif, (3)Studi tipe dan hukum-hukum psikologis yang diterapkan pada karya sastra (4)Mempelajari dampak sastra pada pembaca (psikologis pembaca)
Dalam pembahasan ini penulis menggunakan pendekatan tekstual yaitu mengkaji aspek psikologis sang tokoh dalam karya sastra. Sebagai salah satu pendekatan dalam studi psikologis sastra pendekatan tekstual pada mulanya hanya bertumpu pada pendekatan psikologi dalam atau psikologi analisis yang dikembangkan Freud. Sekarang pendekatan tekstual tidak hanya bertumpu pada pendekatan psikologi analisis, tetapi juga pendekatan-pendekatan psikologi yang lain seperti pendekatan psikologi kognitif, behavioral dan pendekatan eksistensial. Pendekatan psikologis kognitif beranggapan kepribadian manusia dibentuk oleh faktor agen internal atau pembawaan. Pendekatan psikologis behavioral berpijak pada anggapan bahwa kepribadian manusia adalah hasil bentukan dari lingkungan tempat ia berada. Pendekatan psikologis eksistensial menegaskan bahwa manusia membentuk dirinya sendiri dalam pola jalan hidup yang dipilihnya sendiri.
Jadi, dari uraian di atas dapat diketahui begitu luasnya materi psikologis sastra. Dalam pembahasan penelitian ini menggunakan pendekatan tekstual dengan teori eksistensial. Pendekatan eksistensial itu, si tokoh berperan penting dalam menentukan jalan hidup yang akan ia tempuh. Untuk mengenal pendekatan eksistensial lebih lanjut Roekhan dalam Aminuddin (1990 : 96) mengatakan bahwa untuk menerapkan pendekatan eksistensial dalam studi sastra, haruslah dilakukan dengan mengikuti tahapan berikut :
  1. Mencari dan menentukan tokoh cerita yang akan dikaji
  2. Menelusuri perkembangan karakter sang tokoh yang dikaji. Penelusuran ini dapat dilakukan terhadap (a) lakukan sang tokoh (b) dialog sang tokoh (c) pemikiran sang tokoh.
  3. Mengidentifikasi perilaku sang tokoh dan mendeksripsikan serta mengklasifikasikanya.
Hubungan Sastra Dengan Psikologi
Karya sastra merupakan produk dari suatu keadaan kejiwaan dan pemikiran pengarang yang berada dalam situasi setengah atau subcooncius. Setelah mendapat bentuk yang jelas dituangkan ke dalam bentuk tertentu secara sadar dalam bentuk penciptaan karya sastra. Jadi, proses penciptaan karya sastra terjadi dalam dua tahap, tahap pertama dalam bentuk meramu gagasan dalam situasi imajinatif dan abstrak kemudian dipindahkan ke dalam tahap kedua yaitu penulisan karya yang sifatnya mengongkritkan apa yang sebelumnya dalam bentuk abstrak.
Freud dengan teori psikoanalisisnya menggambarkan bahwa pengarang dalam menciptakan suatu karya sastra diserang oleh penyakit jiwa yang dinamakan neurosis. Bukan hanya itu saja, bahkan kadang-kadang sampai pada tahap psikosis seperti sakit saraf dan mental yang membuatnya berada dalam kondisi sebagai tertekan (bukan berarti gila), berkeluh kesah akibat ide dan gagasan yang menggelora serta menghendaki agar disublimasikan atau disalurkan dalam bentuk penciptaan yaitu karya sastra. Sastra sebagai gejala kejiwaan di dalamya terkandung fenomena kejiwaan yang tampak lewat perilaku tokoh-tokohnya. Dengan demikian, karya sastra (teks sastra) dapat didekati dengan menggunakan pendekatan psikologis. Hal ini tentu dapat kita terima karena antara sastra dengan psikologi memiliki hubungan lintas yang bersifat tak langsung dan fungsional. Tidak langsung artinya hubungan itu ada karena baik sastra maupun psikologi kebetulan memiliki tempat berangkat yang sama yaitu kejiwaan manusia secara mendalam. Hasil penangkapan itu setelah mengalami proses pengolahan diungkapkan dalam bentuk sebuah karya sastra. Perbedaanya adalah pengarang mengemukakanya dalam bentuk formulasi penelitian psikologi.Dengan demikian tidaklah mengada-ada kalau antara sastra dan psikologi dapat dilakukan kajian lintas disiplin ilmu. Psikologi dan karya sastra memiliki hubungan fungsional, yakni sama-sama berguna untuk sarana mempelajari keadaan kejiwaan orang lain. Perbedaanya gejala kejiwaan yang ada dalam karya sastra adalah gejala-gejala kejiwaan dari manusia imajiner sedangkan dalam psikologis manusia dalam dunia nyata. Sekalipun demikian kedunya dapat saling melengkapi dan saling mengisi untuk memperoleh pemahaman yang lebih mendalam terhadap kejiwaan manusia karena mungkin saja apa yang terungkap oleh pengarang tidak mampu diamati oleh psikolog atau bahkan sebaliknya.
Karya sastra yang bermutu menurut pandangan pendekatan psikologis adalah karya sastra yang mampu menggambarkan kekalutan dan kekacauan batin manusia karena hakekat kehidupan manusia itu adalah perjuangan menghadapi kekalutan batinya sendiri.           Perilaku yang tampak dalam kehidupan diri mereka masing-masing.Apa yang diperhatikan belum tentu sama dengan apa yang sesungguhnya terjadi dalam dirinya karena manusia sering berusaha menutupinya. Kejujuran, kecintaan, kemunafikan, dan lain-lain berada dalam batin masing-masing yang terkadang terlihat gejalanya dari luar dan kadang-kadang tidak.Oleh sebab itu, kajian tentang dan tokoh harus ditekannya pada aspek kejiwaan dan tentu saja tidak lepas dari teori psikologi.
Teori Kepribadian Psikoanalisis Sigmund Freud
Sigmund Freud lahir di Moravia, 6 Mei 1856. Freud adalah psikolog pertama yang menyelidiki aspek ketidaksadaran dalam jiwa manusia. Dalam perjalanan kariernya, Freud telah menciptakan dua model pikiran manusia. Model pertama adalah model neurologis yang kemudian segera ditinggalkannya, dan model kedua adalah model topografis. Model ini berlangsung hampir selama 20 tahun dan dilihat sebagai satu-satunya model tentang jiwa dimana ia menggambarkan perjuangan psikis sebagai konflik antara kekuatan-kekuatan tak sadar dan kekuatan-kakuatan sadar. Kedua model di atas mengandung kelemahan-kelemahan, keduanya terutama tidak mampu menggambarkan dengan jelas saling memengaruhi kekuatan-kekuatan dalam kepribadian.
Kemudian Freud memperkenalkan suatu model struktural yang tidak lagi menggambarkan fungsi mental sebagai terdiri dari subsistem-subsistem yang terpisah dan dibatasi secara kaku. Model structural menggambarkan pikiran manusia sebagai campuran atau gabungan dari kekuatan-kekuatan dimana bagian-bagian dari kepribadian sadar juga dapat mengandung isi tak sadar. Tiga agen yang diberi nama baru, yakni id, ego, dan superego, memasukkan semua fungsi mental yang sebelumnya diberikan kepada ketidaksadaran dan keprasadaran, membagi jiwa menjadi tiga bagian tidak menggantikan model topografis, tetapi model ini membantunya untuk menjelaskan gambaran-gambaran mental menurut fungsi-fungsi atau tujuan-tujuannya. (yustinus semiun, 2006:60).
Bagi freud, bagian yang sangat primitive dari jiwa adalah id (das Es), bagian kedua adalah ego (das Ich), serta bagian ketiga superego (das Uberich). Bagian-bagian ini tidak memiliki wilayah tertentu, tetapi hanya merupakan gagasan-gagasan hipotesis. Mereka berinteraksi dengan tiga tingkat kehidupan mental sehingga ego melintasi semua tingkat topografis dan memiliki komponen sadar, prasadar dan tak sadar, sedangkan superego adalah prasadar dan tak sadar.
  1. id, dilihat dari perkembangannya id adalah bagian tertua dari kepribadian. “pada mulanya segalanya adalah id”. Karena id adalah bagian kepribadian yang sangat primitive yang sudah beroperasi sebelum bayi berhubungan dengan dunia luar, maka ia mengandung semua dorongan bawaan yang tidak dipelajari yang dalam psikoanalisis disebut insting. Freud memberi ciri kepada id sebagai “kawah yang penuh dengan dorongan yang mendididh”, berisi energy proses-proses organic dari insting-insting dan berjuang menuju ke suatu tujuan: kepuasan segera hasrat-hasratnya (yustinus semiun, 2006:61).
Id bekerja sejalan dengan prinsip-prinsip kenikmatan, yang bisa dipahami sebagai dorongan untuk selalu memenuhi kebutuhan dengan serta merta. Id sebenarnya tidak lain dari representasi psikis kebutuhan-kebutuhan biologis.
  1. ego, adalah “aku” atau “diri” yang tumbuh dari id pada masa bayi dan menjadi sumber dari individu untuk berkomunikasi dengan dunia luar. Dengan adanya ego, individu dapat membedakan dirinya dari lingkunagn di sekitarnya dan dengan demikian terbentuklah inti yang mengintegrasikan kepribadian. Ego timbul karena kebutuhan-kebutuhan organisme memerlukan transaksi-transaksi yang sesuai dengan kenyataan objektif. Perbedaan pokok antara id dan ego adalah bahwa id hanya mengenal kenyataan subjektif-jiwa, sedangkan ego membedakan antara hal-hal yang tgerdapat dalam batin dan hal-hal yang terdapat dalam dunia luar (yustinus semiun, 2006:64).
  2. Super ego adalah aspek sosiologi kepribadian, merupakan wakil dari nilai-nilai tradisional serta cita-cita masyarakat sebagaimana yang ditafsirkan orang tua kepada anaknya lewat perintah-perintah atau larangan-larangan. Super ego dapat pula dianggap sebagai aspek moral kepribadian, fungsinya menentukan apakah sesuatu itu baik atau buruk, benar atau salah, pantas atau tidak, sesuai dengan moralitas yang berlaku di masyarakat. Fungsi pokok super ego adalah merintangi dorongan id terutama dorongan seksual dan agresif yang ditentang oleh masyarakat. Mendorong ego untuk lebih mengejar hal-hal yang moralistis dari pada realistis, dan megejar kesempurnaan. Jadi super ego cenderung untuk menentang id maupun ego dan membuat konsepsi yang ideal (yustinus semiun, 2006:66).
Demikianlah struktur kepribadian menurut Freud, yang terdiri dari tiga aspek yaitu id, ego dan super ego yang ketiganya tidak dapat dipisahkan. Secara umum, id bisa dipandang sebagai komponen biologis kepribadian, ego sebagai komponen psikologisnya sedangkan super ego adalah komponen sosialnya.
Deskripsi Data
Sumber data dalam penelitian ini adalah drama Pertja karya Benny Yohanes.. Pengumpulan data menggunakan sumber-sumber tertulis untuk memperoleh data. Data yang telah di peroleh diklasifikasikan menurut kelompoknya masing-masing berdasarkan teori yang relevan dengan penelitian. Selain itu dilakukan pengecekan terhadap hasil analisis data untuk meneliti kebenarannya, sehingga dapat memberikan hasil yang baik dan dapat dipertanggungjawabkan.
Pembahasan
Dalam pembahasan ini penulis menggunakan pendekatan tekstual yaitu mengkaji aspek psikologis sang tokoh dalam drama Pertja karya Benjo. Sebagai salah satu pendekatan dalam studi psikologis sastra pendekatan tekstual pada mulanya hanya bertumpu pada pendekatan psikologi dalam atau psikologi analisis yang dikembangkan Freud. Sekarang pendekatan tekstual tidak hanya bertumpu pada pendekatan psikologi analisis, tetapi juga pendekatan-pendekatan psikologi yang lain seperti pendekatan psikologi kognitif, behavioral dan pendekatan eksistensial. Pendekatan psikologis kognitif beranggapan kepribadian manusia dibentuk oleh faktor agen internal atau pembawaan. Pendekatan psikologis behavioral berpijak pada anggapan bahwa kepribadian manusia adalah hasil bentukan dari lingkungan tempat ia berada. Pendekatan psikologis eksistensial menegaskan bahwa manusia membentuk dirinya sendiri dalam pola jalan hidup yang dipilihnya sendiri.
Jadi, dari uraian di atas dapat diketahui begitu luasnya materi psikologis sastra. Dalam pembahasan penelitian ini menggunakan pendekatan tekstual dengan teori eksistensial. Pendekatan eksistensial ini, si tokoh berperan untuk menentukan bagaimana jalan hidup yang akan ditempuhnya. Mengenal pendekatan eksistensial lebih lanjut Roekhan dalam Aminuddin (1990 : 96) mengatakan bahwa untuk menerapkan pendekatan eksistensial dalam studi sastra, haruslah dilakukan dengan mengikuti tahapan berikut :
1)      Mencari dan menentukan tokoh cerita yang akan dikaji
2)      Menelusuri perkembangan karakter sang tokoh yang dikaji. Penelusuran ini dapat dilakukan terhadap (a) lakukan sang tokoh (b) dialog sang tokoh (c) pemikiran sang tokoh.
3)      Mengidentifikasi perilaku sang tokoh dan mendeksripsikan serta mengklasifikasikanya.
Analisis tokoh Rosa melalui pendekatan psikologi pada naskah “Pertja” karya Benjo
Di dalam naskah Pertja tokoh Rosa memiliki adik yang bernama Pupu dan Selasih. Rosa sebagai kakak tertua harus bisa menjadi contoh buat adik-adiknya. Tetapi di dalam cerita tersebut Rosa dan kedua adiknya tidak pernah sependapat dalam berpikir karna Rosa sering mengalami kepahitan dalam hidupnya.
            Konflik pertama, adiknya, Selasih hamil dan Rosa mengurung Selasih di kamar dan tidak diberi keluar. Karna Rosa tidak mau kalau Selasih keluar maka tetangga akan  tahu bagaimana keadaan Selasih sekarang. Disaat yang bersamaan juga ayah mereka meninggal. Selasih menjerit dari balik pintu kamarnya agar pintu dibukaan buatnya. Karna Selasih ingin sekali melihat pemakaman ayahnya. Selasih tidak dapat melihat kematiaan ayahnya karna Rosa sama sekali tidak memberikan ijin buat Selasih keluar. Seluruh keluarga sedih atas kepergian ayahnya tetapi Rosa tidak merasakan hal yang sedemikan karna Ia menganggap kalau dirinya itu bukan darah daging dari lelaki itu. Karna lelaki itu yang sebagai ayahnya tidak dapat berperilaku seperti selayaknya seorang ayah.rosa menganggap kalo lelaki itu tidak bertanggungjawab karna rumah yang seharusnya istana buat hidup mereka itu tidak dapat memberikan perlindungan terhadapnya.
Laki-laki lima puluh tahun masuk ke rumah ini. Dua belas tahun jadi sandaran kalian. Dua belas tahun aku keluar masuk jalanan karena rumah ini tidak lagi melindungi. Sekarang aku sanggup mengurus rumah tangga ini. Jangan ucapkan kata ayah lagi di depanku!
Konflik kedua, Rosa memaksa adiknya untuk mengakui siapa yang membuntinginnya. Rosa ingin secepatnya membereskan masalah itu karna Ia tidak ingin bayi itu jadi aib bagi keluarganya .tetapi selasih tidak memberi tahu, Ia hanya bilang kalau Ia tidak hamil dan itu hanya penyakit. Masalah yang dialami Rosa sebagai anak tertua sangatlah berat. Ia harus mengurus adiknya, harus mencari nafkah dan bahkan masa lalunya dengan Ibunya masih terekat jelas dibenaknya. Ia sangat sedih saat mengingat kisah Ibunya sebelum pergi meninggalkan dia. Rosa ingin jadi orang yang tegar seperti Ibunya. Menjadi mama buat adik-adiknya tetapi susah rasanya untuk membuat seperti sedemikian rupa.
Sayang, aku belum bisa meniru jeritan mama. Aku akan terus berlatih.
            Konflik ketiga, ternyata Rosa adalah seoran germo di tikungan jalan. Demi mencari uang untuk memenuhi kebutuhan mereka, ia terpaksa bekerja seperti itu. Ia mulai capek dan muak dengan kehidupan yang selama ini Ia jalanin. Banyak kepahitan yang Ia alami sampai saat ini. Dari waktu Ibunya yang pergi, belum lagi dengan ayahnya yang seorang pecundang. Yang tidak bertanggungjawab terhadap keluarganya sehingga mengalami keretakan yang mengakibatkan kepedihan yang mendalam.
Aku selalu kembali dengan gulungan karet merah, karena aku seorang mami. (keduanya saling pandangan) Puas sekarang? Kakakmu seorang germo di tikungan jalan. Mengendap di warung remang. Dipelototin mata iseng dan lidah berlendir. Ini bukan dagang. Ini bukan kerjaan. Ini caraku merendahkan kodrat, karena aku harus bisa menarik lembar recehan dari saku-saku kusutnya. Aku bikin rumah tangga lain, menjual omongan yang isinya cuma asap, ketawa palsu, untuk menghidupi keluarga benalu ini. Puas sekarang?!
Disini Rosa sangat kecewa melihat sikap adiknya, Selasih yang bunting diluar nikah. Ia tidak menyangka adiknya yang berumur 16 tahun bisa melakukan seperti itu. Mereka mengalami peran dingin satu sama lain. Rosa yang berwatak emosional, dengan gampangnya selalu mengatakan kalau adiknya itu lonte kemayu dan lonte kecil. Tetapi Selasih tidak bisa cuma diam saja. Ia membalas serangan dari kakaknya. Selasih yang memiliki sifat yang tidak mau di atur oleh orang lain ini memberotak kakaknya demi kesenagannya.
R:Aku rela begini buat jaga martabat. Tapi kau bunting, menjual perawanannu, lebih rendah dari harga banting. Lonte kecil, aku rela terperosok ke rawa, buat mengangkat kakimu. Tapi kamu malah ceburkan diri dilumpur laki-laki.
S:aku tak peduli martabat. Aku hidup dengan dagingku. Aku merayakannya, kapanpun aku bisa. Kapanpun aku suka!
R:lonte kamu!
S:kamu peternaknya!
Dan keadaan mereka pun memuncak, yang akhirnya masing-masing dari mereka mengangkat kursi dan mau melemparkannya ke satu sama lain. Pupu pun datang untuk meleraikan mereka.
Hentikan. Atau kubakar rumah ini. Aku tak punya pilihan.
(Rosa dan Selasih saling tertegun. Melihat kaki-kakinya basah tersiram kerosene. Tanpa bicara, keduanya mengeringkan lantai. Pupu mengawasinya, sambil menghisap rokoknya).
Keluarga mereka ini memang sudah hancur sekali. Masing-masing dari mereka mennghisap rokok belum lagi sikap kepribadian mereka seperti tidak memiliki etika dan sopan santun. Mereka pun melakukan seperti itu karna frustasi dengan keadaan yang mereka alami. Keadaan membuat mereka seperti manusia yang tidak bermoral.
Konflik keempat, mereka terusir dari rumahnya karena pemerintah akan membangun jalan layang di tempat kediaman mereka. Mereka mendapat tiga amplop tebal dan Rosa membagi amplop itu dengan rata kepada kedua adiknya. Mau tidak mau besok mereka harus meninggalkan rumah tersebut karena besok alat berat akan mengurung rumah mereka.
R:(mengeluarkan tiga amplop tebal dari balik saku jaketnya, lalu membagikannya kepada Selasih dan Pupu)
P:uang apa ini?
R:hah? Tidak kau dengar deru mesinnya? Paku bumi yang gegap. Jalan layang yang gagah akan terbentang. Rumah-rumah ditanah rendah akan terkubur. Kita terusir dan kalian harus terima warisannya.
S:kapan?
R:besok semua alat berat akan mengurung. Rumah ini akan seperti sangkar burung dikepung moncong-moncong satwa hutan. Seluruh kaki yang masih punya mata harus mencari jalan baru. Mungkin buntu. Tapi aku akan pergi tanpa mebalik punggung lagi. Semua yang pernah membekas akan membusuk jadi nanah. Rumah ini, kalian tahu, apa yang kupikirkan dari rumah ini? Ini bisul yang harus pecah!!
Kini mereka tinggal perca yang terbuang, yang tidak memiliki arah tujuan. Tetapi mereka banyak mengalami pelajaran demi pelajaran dari kehidupannya yang mengakibatkan tumbuh rasa semangat baru dan kebersamaan lagi dalam keluarga tersebut.
R:kita tinggal perca
P:bisakah kita hidup setelah ini?
R:kita harus terjaga. Perempuan harus terjaga. Lihat kunang-kunang itu!
P:mereka kembali
R:kita harus kembali!
S:ya. Kita sudahi pesta ini.
Ucapan ‘kita harus kembali. Kita sudahi pesta ini.’ Terdengar seperti arus gema. Makin lama gema itu merayap makin kerap dan jelas suaranya.
Dalam bersitan cahaya,mata-mata pisau berkilap mengacung menusuk kegelapan. Deru lalu lalang kendaraan di jalan layang nampak makin kerap. Bersitan cahaya lampunya memberkas pesat dari berbagai arah. Dentum paku bumi makin nyata.
Dalam siluet, sosok tubuh tipis tipis dalam balutan lingerie berdiri membeku di atas meja. Dari sela kopor besar dipahanya nampak tangan beku tersembul. Siluet itu seperti monumen tumbuh, makin lama makin membesar. Dan di langit yang gelap ratusan kunang-kunang berdenyar.

Kesimpulan
Dari beberapa uraian diatas, maka dapat dibenarkan pendapat Erich Fromm yang dikutip oleh Zainuddin Fananie (2002 :178) bahwa kesadaran diri, penalaran dan imajinasi ternyata telah merobek keharmonisan hidup dan menyebabkan manusia menjadi menyimpang dan menjadi aneh. Padahal manusia sebenarnya adalah bagian dari alam, ia adalah perangkat dari being yang secara fisikal dan mekanistis tidak dapat diubah.
Di sinilah psikoanalisis mengkaji apakah sistem berfikir bersifat ekspresif bagi perasaan yang ia tampilkan atau hanya merupakan sebuah rasionalisasi yang tersembunyi dibalik sikap-sikapnya (Erich From, 1988 : 57, dalam Zainudin Fanani, 2002 : 180)
Pengarang ingin memberi tahu disetiap kegagalan yang kita alami pasti ada satu hal yang dapat kita petik untuk menjadi pelajaran agar kita bisa sukses. Seperti dalam drama Pertja karya Benyamin Yohanes, tokoh Rosa mengalami kepahitan yang mendalam selama hidupnya baik dari ayahnya maupun ibunya. Tetapi setelah terusir dari rumanya, mereka dapat kembali bersatu lagi selayaknya satu keluarga meskipun tidak utuh.


DAFTAR PUSTAKA

Wellek, R. dan  Warren, A.  1989. Teori Kesusastraan.  Jakarta: PT Gramedia
Yohanes, Benny.______.Pertja

Eka. 2010. ”Pengertian Psikologi”. [Online]. Tersedia